Saturday 16 April 2011

PDB Per Kapita US$ 3000, Quo Vadis

Awal Maret 2011, cadangan devisa Indonesia menembus batas psikologis US$ 100 miliar melebihi cadangan devisa Amerika Serikat sebesar US$ 46 miliar per Februari 2011, Inggris US$ 49 miliar dan Australia US$ 29 miliar. Meski sebuah posisi yang baik namun secara menyeluruh bukanlah sebuah nominal yang wah sekali, karena rekor ini bisa mengalami fluktuasi yang sangat sepat dalam hitungan jam.

*

Data Bank Indonesia menunjukan bahwa sampai per Desember 2010 cadangan devisa Indonesia mencapai US$ 96,2 miliar dengan PDB US$ 713 miliar dengan hutang luar negeri kita mencapai US$ 199 miliar (seperlima berjangka pendek). Dengan demikian hutang luar negeri kita 2 kali lebih besar dari cadangan devisa dan hampir sepertiga dari PDB.

*

Kontributor devisa ini jika dianalogikan dengan kolesterol terbagi kolesterol baik (HDL) dan kolesterol jahat (LDL) yang berpotensi negatif. Lemak baik diantaranya remitensi 4 juta TKI dari Yaman sampai Hongkong dengan nilai bersih US$ 4,8 miliar. Kemudian devisa turis manca negara bersih hanya US$ 0,5 miliar dan neraca perdagangan barang surplus US$ 31 miliar. Ini tergolong HDL dari hasil kerja keras dunia usaha dan kucuran keringat tenaga kerja domestik maupun TKI. Secara total lemak baik menyumbang 46% termasuk FDI (foreign direct investment).

*

Sisanya adalah lemak jahat dengan kadar berbeda. Utamanya FPI (foreign portofolio investment) yang investasi di pasar modal dan pasar uang sebesar US$ 15,2 miliar, sehingga lantai bursa gegap gempita tahun lalu. Indikator kelompok easy come easy go ini malah sudah sering dipolitisir untuk kepentingan sesaat.

*

Angka psikologis penting lain adalah PDB per kapita menembus US$ 3.000. Angka ini dianggap sebagai titik tolak melajunya daya beli konsumen kelas menengah atas yang jadi mesin pertumbuhan ekonomi dan calon HNWI tapi belum tentu semuanya wiraswastawan unggul. Mereka bertambah 50 juta orang sejak 2003 (survey World Bank, 17/3/2011) merupakan bagian penting dalam konsumsi nasional yang mengkontribusi 60% PDB. Ekonomi yang bertopang pada konsumsi memang dilematis. Pertanyaannya mau dibawa kemana posisi saat ini dan apakah momentum ini bisa dipelihara dan dikembangkan untuk kemajuan masa depan bangsa.

*

Analisis empiris global menunjukan bahwa angka ini memang menjadi batas penting yang telah banyak dilewati negara maju. Sehingga dapat melaju lebih baik sampai kini. Mengutip data sejarahwan ekonomi kondang, Angus Maddison yang menggunakan basis PDB per kapita berdasarkan PPP tahun 2007. Tercatat di kawasan Asean, Singapura mencapainya empat dekade lebih dulu, Malaysia tiga dekade yang lalu dan Thailand dua dekade bersama dengan China. Tapi jika dibanding dengan AS yang melewatinya 1870, hampir satu abad setelah merdeka, Indonesia lebih cepat karena 66 tahun setelah merdeka.

*

Target mencapai PDB per kapita jadi US$ 10.000 tahun 2025 bukan hal mustahil karena memiliki kapasitas untuk itu. Indonesia memang sedang memasuki titik penting untuk melaju pesat sementara masih ada 31 juta warga miskin. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan agar sektor riil bergerak lebih produktif , daripada hanya berkutat soal oposisi atau koalisi. Survey terbaru World Bank tadi menjadi tantangan bagi kelas menengah agar selain menjadi “sekrup mesin ekonomi konsumsi” juga menjadi “sekrup mesin politik” agar seimbang, lebih berdayaguna dan lebih bermutu.*

(Fortune, 11 April 2011)

Read more...

  © Blogger templates Newspaper III by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP