Sunday 28 December 2008

Potensi Pasar Kredit Konsumsi Rp. 50,8 Triliun, Terancam !

Kenaikan harga BBM (23 Mei) dengan dampak meningkatnya laju inflasi yang selanjutnya diantisipasi dengan naiknya BI rate telah menurunkan daya beli masyarakat, yang sebelumnya memang telah melemah. Meskipun demikian kondisi ini perlu diantisipasi dengan hati-hati dan bukannya menjadi kiamat kecil bagi perbankan maupun multi finance yang telah menyalurkan kredit konsumen.
***
Ketika terjadi kenaikan harga BBM tahun 2005 kredit konsumsi oleh perbankan tidak mengalami gangguan berarti kecuali pertumbuhannya yang menurun, dimana hanya tumbuh 9,7% tahun 2006 sedangkan tahun 2005 tumbuh 36,4%. Setelah mengalami penurunan tahun 2006, maka sampai triwulan pertama 2007 kredit mulai pulih dan tumbuh menjadi 45,2% (Rp 231 triliun Maret 2007). Dirinci untuk konsumsi real estate (untuk KPR dan KPA) nominal kredit konsumsi masih bertambah Rp 12 triliun dari Rp 21,5 triliun (Desember 2005) menjadi Rp 33,2 triliun (Desember 2006). Demikian juga dengan permintaan kredit untuk ruko dan rukan pada periode yang sama naik dari Rp 157 triliun menjadi Rp 162 triliun.
***
Ini menunjukkan bahwa meskipun mengalami penurunan tapi animo masyarakat untuk menarik kredit konsumen tetap ada dan meningkat. Bahkan selama semester pertama tahun 2006 disalurkan Rp. 23 triliun kredit konsumsi atau naik 10,1% dibandingkan Desember 2005. Belajar dari kondisi tahun 2005 maka selayaknya perbankan dan multifinance mengambil sikap yang lebih hati-hati dalam hal penyaluran kredit konsumsi yang baru. Karena pada kenyataannya memang masih ada peluang dan potensi pasar meskipun telah mengalami tekanan sehingga tergantung kepada perbankan maupun multi finance untuk mencari dan mendayagunakan potensi yang ada.
***
Dari survey terakhir Investment And Banking Research Agency (INBRA) menunjukkan ada potensi pasar kredit konsumen dengan berbasiskan karyawan berpenghasilan tetap. Potensi daya beli konsumen yang berpenghasilan tetap ini mencapai Rp 50,8 triliun terdiri dari 949 ribu karyawan di seluruh Indonesia yang bekerja pada 318 perusahaan publik sampai akhir 2007. Dari kelompok ini sebesar 74% adalah kelompok karyawan yang berpenghasilan diatas Rp 4 juta per bulan dengan total penghasilan Rp 38 triliun milik 333 ribu karyawan.
***
Ditinjau secara sektoral terlihat bahwa karyawan perbankan masih menjadi pasar potensial dan terbesar meskipun pertumbuhannya relatif kecil. Karyawan hanya bertambah 21,6% dan penghasilannya hanya tumbuh 1,4%. Karyawan di sektor perkebunan, pertambangan dan jasa keuangan mengalami peningkatan penghasilan. Dalam kondisi seperti saat ini maka target pada konsumen berpenghasilan tetap merupakan alternatif yang lebih baik dibandingkan konsumen lain yang kemampuan dasarnya belum terukur atau terfokus.
***
Dari survey yang mencakup pelaku bisnis kredit konsumen baik perbankan maupun perusahaan multi finance ini juga menyimpulkan bahwa pasar di industri kredit konsumen (khususnya untuk pembiayaan konsumen) bersifat fragmented market sehingga tidak ada perusahaan yang sangat dominan dan berpotensi memonopoli pasar, karena perusahaan terbesarnya hanya menguasai pangsa pasar 5,4%, dengan rincian rasio konsentrasi lima besar atau C5 (sebesar 14,8%), rasio C10 (sebesar 19,5%) dan C20 (sebesar 23,2%).
***
Sementara sampai saat ini pembiayaan konsumen masih merupakan kontributor utama industri pembiayaan dengan komposisi yang beragam. Sehingga rasio kontribusi pendapatan dari pembiayaan konsumen terhadap total pendapatan multifinance maasih besar. Diketahui ada 15 perusahaan multi finance yang rasio kontribusinya antara 90% sampai 100%, dan sebaliknya ada 15 perusahaan dengan rasio di bawah 50%. Konsentrasi pendapatan ini menunjukkan bahwa masing-masing perusahaan memiliki karakteristik dan fokus bisnis yang berbeda dengan tantangan pasar yang berbeda. Sehingga penilaian adanya potensi monopoli perlu dicermati lebih rinci karena masih banyak faktor lain yang ikut mempengaruhi iklim bisnisnya.
***
Dengan kumulasi total kredit konsumsi nasional sampai akhir tahun 2007 yang mencapai Rp 344,1 triliun, merupakan gabungan dan sinergi dari multi finance dengan perbankan. Kredit konsumsi yang disalurkan pihak perbankan (menyerap 82%) dan khusus pembiayaan konsumen oleh multifinance (menyerap 18%) atau sebesar Rp 67 triliun (mewakili 62% dari total perputaran kredit industri pembiayaan Rp.107 triliun).
***
Karyawan memang telah menjadi tumpuan pasar yang termasuk relative aman, apalagi jika didayagunakan melalui paket kerjasama dengan bank. Dimana pelunasan cicilan dapat dikoordinasikan dengan perusahaan tempatnya bekerja. Pola ini sudah dilakukan oleh perbankan untuk karyawannya yang merupakan bagian dari kredit konsumennya dengan porsi cukup signifikan.
***
Dari 31 bank publik per Desember 2007 tercatat mereka telah menyalurkan kredit karyawan sebesar Rp. 14,6 triliun atau mewakili 8,3% dari total kredit konsumsinya pada priode yang sama. Bank yang memiliki rasio terbesar adalah BTPN 100% dengan alokasi kredit karyawan senilai Rp. 7,8 triliun, dimana sebagian besar merupakan kredit pemilikan rumah (KPR). Rasio ini mengalahkan rasio bank nasional terbesar saat ini yakni BNI 12,3%, Bank Mandiri 7,4%, Bank Central Asia 7,4%, BII 3,9% atau Bank Permata (3,2%). Diukur dari nominalnya maka ada 4 bank yang menyalurkan kredit karyawan skala diatas Rp. 1 triliun.
***
Bagi perbankan kredit konsumen memang pilihan yang serba sulit saat ini meskipun disadari bahwa undisbursed loan di sektor ini relatif kecil dibandingkan dengan kredit untuk modal kerja atau investasi. Karena umumnya eksekusi atau realisasi pencairan kredit konsumen hampir pasti dibandingkan kredit lainnya.
***
Perkembangan dua bulan terakhir (Mei-Juni) yakni meningkatnya beberapa faktor vulnerabilitas (laju inflasi, BI rate, dan BBM) menjadi ancaman yang akan menurunkan daya beli konsumen. Ancaman lainnya adalah terjadinya PHK di perusahaan-perusahaan sebagai akibat meningkatnya biaya produksi baik langsung maupun tidak langsung sehingga potensi besar ini meski masih ada tapi terancam menyusut. Kredit konsumsi menjadi sektor paling awal terkena dampak krisis dan juga yang paling awal pulih dengan dampak gandanya yang bisa menarik gerbong sektor lain.
***

Read more...

  © Blogger templates Newspaper III by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP