Friday 13 March 2009

Kinerja Perusahaan Ritel Besar Nasional Memble

Selama 15 tahun terakhir sejak masuknya jaringan ritel asing melalui Franchise ke Indonesia, ternyata dinamika dan peta persaingan bisnis ritel masih belum lepas dari sindroma umum sebagai kisah klasik. Yakni memandang persaingan dengan dikotomi antara riteler besar dan riteler kecil atau asing versusu nasional.
Disamping inkonsistensi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat dan sekarang ditambah lagi dengan inkonsistensi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah (dengan payung otonomi daerah). Termasuk juga pelaksanaan aspek perpajakan, yang dicermati lebih mendalam lintas sektor bisa menjadi disinsentif dan unsur negatif bagi pengusaha ritel dibandingkan usaha perdagangan lainnya.

Kinerja menurun
Perkembangan mutakhir sepanjang semester pertama 2003, juga menarik untuk dicermati. Karena disaat para riteler mengalami penurunan omzet dan laba, ternyata mereka terus membuka gerai baru dan cenderung melebar ke luar Jawa. Penurunan kinerja terjadi pada tiga riteler utama per Maret 2003 dibandingkan Maret 2002.
Dimana omzet Matahari turun 10,5%, sehingga laba usaha menurun 98,7% dan akibatnya laba bersih juga turun 88,5%. Hero Supermarket meski omzetnya naik 1,2% namun laba usaha turun 30% dan laba bersih turun 13,5%. Ramayana masih menikmati kenaikan omzet 14,8%, namun laba usaha dan laba bersihnya merosot 68% dan 70%.
Rimo juga omzetnya turun 13% dan masih rugi. Bahkan Alfa Ritelindo mengalami penurunan laba bersih menjadi Rp 2,2 miliar.
Merosotnya kinerja ini tidak lepas dari naiknya biaya operasional mencakup kenaikan listrik, telepon, gaji dan beban lainnya yang meningkat antar 35% sampai 40%. Memang daya beli masyarakat cenderung menurun.
Namun perlu dicermati dan dipahami bahwa ini bukan kejadian luar biasa yang bisa bikin kiamat, karena kondisi ini adalah mengikuti siklus bisnis konsumsi masyarakat. Masa pesta pora dan gebyar konsumsi paling tinggi terjadi pada kuartal keempat, apalagi pada siklus kalender 4 tahun terakhir di mana hari raya Lebaran dan Imlek bertemu dan “ngumpul” di bulan January dan February dengan Natal dan Tahun Baru.
Dengan demikian, potret sementara ini tidak layak dijadikan indikator melemahnya bisnis ritel dan atau melihatnya dari kacamata persaingan bisnis riteler asing dan lokal atau besar versus kecil.
Sebab para retiler raksasa lokal juga sibuk mengantisipasi dengan buka gerai sehingga menerbitkan obligasi di pasar domestik tidak kurang dari setengah triliun (sejak September 2002 sampai Juni 2003).
Malahan raksasa Hero bulan ini mengeluarkan Rp 111 miliar untuk akuisisi 22 gerai Top Supermarket (milik Royal Ahold yang bermitra dengan PSP).
Secara eksplisit merupakan akuisisi Dairy Farm (Hong Kong) terhadap gerai Royal Ahold (Belanda) di pasar Indonesia. Sebuah pertarungan bisnis murni yang bisa terjadi antara riteler asing terhadap mitra lokal dan juga sesama riteler lokal.
Memahami persaingan bisnis ritel dengan dikotomi asing versus lokal, jelas tidak kontekstual lagi untuk diperdebatkan. Mengapa? Karena membedah dan memilah predikat asing tidak lagi hanya sebatas nama tapi juga sudah harus melihat unsure permodalan mulai dari investasi portofolio sampai investasi langsung (foreign direct investment).
Tentu saja kita tidak bisa bilang Makro dan Carrefour asing sementara Matahari atau Hero berbaju lokal. Asing bisa masuk langsung tanpa ribut – ribut melalui lantai bursa dan bahkan bisa menyedot habis jatah saham ritel ke asing.
Justru yang lebih penting dan berdampak besar ke konsumen, dunia usaha dan pemerintah adalah bagaimana memberdayakan kekuatan jaringan dan posisi riteler dari berbagai kelas bagi kemajuan ekonomi dalam arti kecil sekalipun.

Inkonsistensi Kebijakan
Inkonsistensi kebijakan yang dimaksud disini adalah belum terpadunya pemerintah dalam menata kebijakan rill di bisnis ritel ini justru seringkali membingunkan dunia usaha.
Ini menyangkut banyak aspek mulai dari masalah lokasi pasar, zoning law, jam buka, limbah, sampai ke masalah pajak yang penyelesaiannya butuh pendekatan lintas sektor.
Dari perangkat hukum, sangat jelas bahwa semua aspek utama sudah diatur bahkan sedemikian banyaknya malah tumpang tindih, berlawanan, dan bikin bingung di lapangan. Misalnya tentang alokasi 20% lahan untuk usaha kecil sementara disisi lain sudah diatur jarak (zoning law) antara pasar tradisional dengan pasar ritel modren.
Memang diberi altenatif lain bahwa jika alokasi 20% tidak memungkinkan maka diganti kompensasi sebesar 20% dari luas efektif dikalikan nilai bangunan.
Bagi pengelola pasar modren (riteler maupun developer) tinggal mengkalkulasi ulang mana yang lebih menguntungkan antara membayar kompensasi ke pemda atau menyewakan lahan 20% ke pasar bebas yang nilainya terus meningkat.
Peraturan daerah yang lebih banyak mengatur mekanisme kerja dan operasional pasar modern dan tradisional juga dapat diperkirakan tidak bisa berfungsi seragam di seluruh wilayah.
Karena masing – masing tergantung kebijakan pemda setempat. Misalnya jarak pasar modern dengan luas lebih dari 200 m² harus berjarak minimal 500 m dari pasar lingkungan dan satu kilometer dari pasar lingkungan.
Ini untuk wilayah Jakarta melalui SK Gubenur DKI No. 50 tahun 1999. Namun aturan ini belum tentu berlaku seragam di wilayah lain Indonesia apakah itu di Bandung, Semarang, Medan, Surabaya, Makassar, Manado, Pontianak atau Banjarmasin. Karena masing – masing pemda merasa berhak dan punya wewenang dengan aturan sendiri.
Pada tahap inilah pelaksanaan kebijakan di lapangan bisa berbenturan.
Ringkas kata jangan yakin bahwa Kepmen diakui dan dihormati oleh pemda setempat bahkan bisa jadi Kepres sekalipun. Birokrasi kita sedang asyik menikmati buah otonomi daerah berbalut reformasi demokratisasi. (*)
Bisnis, 16 Juni 2003

1 comment:

Unknown 27 July 2017 at 03:14  

Inilah solusi terbaik untuk kebebasan finansial, jadikan tahun Anda sukses dengan mengunjungi layanan pinjaman christian morgan di mana Anda bisa mendapatkan pinjaman untuk memulai bisnis impian Anda tanpa stres dan mendapatkan pinjaman Anda disetujui dalam satu minggu .. Apakah Anda mencari pinjaman? Atau pernahkah Anda ditolak pinjaman oleh bank atau lembaga keuangan untuk satu atau lebih alasan? Anda memiliki tempat yang tepat untuk solusi pinjaman Anda di sini! Kami memberikan pinjaman kepada perusahaan dan individu dengan tingkat bunga rendah dan terjangkau sebesar 2%. Silahkan hubungi kami melalui e-mail hari ini melalui christianmorganloanservices@gmail.com

DATA PEMOHON:

1) Nama Lengkap:
2) Negara:
3) Alamat:
4) Negara:
5) Jenis Kelamin:
6) Status Perkawinan:
7) Pekerjaan:
8) Nomor Telepon:
9) Posisi di tempat kerja:
10) Pendapatan bulanan:
11) Jumlah Pinjaman yang Dibutuhkan:
12) Durasi Pinjaman:
13) Pinjaman Bunga:
14) Agama:
15) Sudahkah anda melamar dulu;
16) tanggal lahir;

Terima kasih,
Nyonya Christian.

  © Blogger templates Newspaper III by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP