Wednesday 11 March 2009

Pengusaha Manja Karena Salah Asuh

Pernyataan Presiden Megawati Soekarnoputri di depan pengurus baru KADIN (2004-2009) tanggal 25 February bahwa pengusaha nasional manja, hanya berkutat di dalam negeri dan sebagian diantaranya juga menjadi kontributor atas krisis selama ini, harus diterima sebagai kritik internal bagi KADIN. Apalagi fenomena ini tidak berlaku universal karena tidak semua pengusaha manja tapi pemerintah juga harus memahami bahwa ini karena salah urus dalam kebijakan industrilisasi yang tidak terpadu selama ini.
Terkait dengan sinyalemen ini maka INBRA (Investment and Banking Research Agency), lembaga riset yang fokus pada perbankan dan invetasi sektor riil, tergerak untuk memberikan masukan dan pandangan dari sisi lain. Berdasarkan database yang sudah dimiliki INBRA segera menghitungnya dari aspek bagaimana dan berapa besar kontribusi perusahaan publik dalam ekspor non migas nasional. Aspek mikro ini perlu diungkapkan mengingat bahwa perusahaan publik yang sudah menyerap kredit perbankan dan dana publik ini bisa meningkatkan kontribusinya dalam pemasukan devisa ekspor non migas.
Berikut ini adalah beberapa intisari dan kesimpulan dari penelitian INBRA (Investment and Banking Research Agency) terhadap perusahaan publik dengan produk berorientasi ekspor dengan basis perhitungan posisi keuangan tahun 2002. Beberapa intisari adalah:
dari 329 perusahaan publik tahun 2002 maka 205 buah diantaranya bergerak di sektor industri manufaktur (pabrikasi) dan juga industri kehutanan, perkebunan dan perikanan. Dari 205 perusahaan yang masuk dalam kategori pabrikasi atau produknya berpotensi ekspor, ternyata ada 122 perusahaan atau 59% yang sudah mengekspor. Mencakup sektor agribisnis, kehutanan, perikanan, dan manufakturing (pabrikasi) kecuali perbankan, keuangan dan sektor jasa lain. Dengan demikian 41% lainnya tidak melakukan ekspor.
para “emiten eksportir” ini tahun 2002 menghasilkan devisa sebesar US$ 6,1 miliar naik 4,3% dari tahun 2001 yang baru mencapai US$ 5,8 miliar, atau lebih tinggi dari pertumbuhan total ekspor non migas sebesar 3,8% pada periode yang sama. Dengan demikian jajaran emiten eksportir baru menyumbang 13,6% terhadap perolehan ekspor non migas nasional atau sedikit dari 13,5% tahun 2001.
Emiten eksportir adalah perusahaan publik yang melakukan ekspor ditinjau per perusahaan, ada 72 emiten eksportir mengalami penurunan ekspor dengan angka tertinggi -86%, sementara 50 emiten eksportir lainnya mengalami pertumbuhan ekspor bervariasi maksimal sampai 178%. Dengan demikian trend penurunan tidak berlaku sama di semua sektor karena ada juga di sektor sejenis tapi ekspornya meningkat. Ini menunjukkan bahwa daya saing mereka dalam menembus pasar ekspor sudah menurun dibandingkan sesama perusahaan sejenis.
dari sisi rasio ekspor terhadap total penjualan juga terjadi penurunan dari 31,8% tahun 2001 menjadi 28,8% tahun 2002. Angka merupakan perbandingan antara penjualan dari hasil ekspor terhadap total penjualan di pasar lokal. Komposisi dan rasio ini menunjukkan bahwa semakin banyak eksportir yang mengalihkan produknya ke pasar domestik, karena kalah bersaing dan melihat potensi domestik yang menguntungkan.
sebanyak 74 emiten memiliki rasio ekspor di atas 50% , sehingga lebih mengandalkan pada pasar ekspor, sementara 48 emiten yang eksportir lainnya lebih mengandalkan pasar domestik (rasio ekspor dibawah 50%). Terdapat 14 emiten yang ekspornya sudah rata – rata di atas Rp 1 triliun dengan gabungan nilai ekspor mencapai Rp 32,3 triliun.
( Maret 2004 )

0 comment:

  © Blogger templates Newspaper III by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP