Wednesday 18 February 2009

Beban Bunga Perbankan Faktor Utama Biaya Produksi ?


Naiknya BBM rata – rata 125% yang selanjutnya diperkirakan akan mendorong inflasi menembus dua digit (jadi 12%) ditambah naiknya BI rate menjadi 11% tentu akan mempengaruhi dunia usaha yang segera mengantisipasinya dengan kebijakan masing – masing sesuai spesifikasi sektoral. Sementara itu apapun antisipasinya maka perbankan sebagai pemasok kredit pasti akan terpengaruh dan merasakan dampaknya volatilitasnya dengan berbagai skala. Karena dinamika di dunia usaha akan selalu terkait dan saling mempengaruhi kinerja perbankan nasional sebagai sumber dana dan sumber kredit.
Terkait dengan perkembangan ini maka INBRA (Investment and Banking Research Agency), lembaga riset yang fokus pada sektor perbankan dan investasi, menganalisis tentang dampak kenaikan BBM dan suku bunga perbankan terhadap eksistensi dunia usaha. Sehingga dapat memberikan masukan dari sisi lain kepada pelbagai pihak terkait untuk tidak saling menyalahkan. Analasis ini menggunakan basis data perusahaan publik di bank, asuransi dan jasa keuangan yang penghasilannya di atas Rp 0,5 triliun selama semester pertama 2005, atau rata – rata berkisar Rp 1 triliun per tahun. Dengan pendekatan ini terdapat 68 perusahaan yang memenuhi kriteria tersebut, yang menghasilkan benang merah diantaranya :
- total biaya produksi dan operasional yang dikeluarkan per Juni 2005 mencapai Rp 188,7 triliun dimana 44 perusahaan mengeluarkan beban produksi rata – rata di atas Rp 1 triliun.
- 79,7% atau Rp 150,2 triliun dikeluarkan untuk beban pokok (cost of good sales) dimana ada 37 perusahaan yang membelanjakan dana (capital expenditure, capex) diatas Rp 1 triliun. Dengan demikian porsi terbesar adalah biaya produksi langsung yang selanjutnya terkait dengan konsumsi kepada sektor industri hulu dan hilir terkait. Dalam arti kata biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 150,2 triliun ini menjadi “kue bisnis” bagi perusahaan lainnya mulai dari bahan baku dan bahan penolong baik lokal maupun impor serta komponen lain dari para pemasok. Kenaikan BBM yang akan disusul oleh kenaikan tarif listrik (Januari 2006) praktis akan mendorong kenaikan biaya di pos ini karena semuanya saling terkait lintas industri. Lima perusahaan terbesar dengan beban pokok di atas Rp 5 triliun adalah PT Astra Internasional (Rp 22,9 triliun), PT Telkom (Rp 19,3 triliun), PT Gudang Garam (Rp 9,6 triliun), PT HM Sampoerna (Rp 7,8 triliun), dan PT Indofood (Rp 6,4 triliun).
- 17,1% atau Rp 32,1 triliun dikeluarkan untuk beban usaha dan beban umum dimana ada 6 perusahaan yang nilainya diatas Rp 1 triliun. Pengeluaran beban usaha relatif lebih tinggi pada industri padat modal dan juga industri consumer good yang pemasaran produknya lebih gencar di samping jaringan distribusi. Lima perusahaan terbesar adalah PT Telkom Indonesia (Rp 11,4 triliun), PT Astra Internasional (Rp 3,3 triliun), PT Indofood Sukses Makmur (Rp 1,254 triliun), PT Unilever (Rp 1,252 triliun) dan PT HM Sampoerna (Rp 1,2 triliun).
- 3,2% atau Rp 5,9 triliun dikeluarkan untuk beban bunga dan jasa keuangan lain, dimana tidak ada perusahaan yang beban bunga perbankannya diatas Rp 1 triliun. Mayoritas (40 perusahaan) membayar beban bunga perbankan dibawah Rp 100 juta dan 3 perusahaan yang membayar diatas Rp 500 juta. Dinamika pos ini terkait dengan jumlah hutang ke perbankan sehingga semakin besar saldo pinjaman semakin besar beban bunga perbankan. Dimana 5 perusahaan yang membayar beban bunga terbesar adalah PT Indah Kiat Pulp & Paper (Rp 862 miliar), PT Telkom Indonesia (Rp 647 miliar), PT Indosat (Rp 568 miliar), PT Indofood Sukses Makmur (Rp 452 miliar), dan PT Bumi Resources (Rp 312 miliar). Ini memang kelompok perusahaan yang tergolong “big debtor”.

Selanjutnya dari analisis lintas sektor ditemukan beberapa kondisi berikut sebagaimana terlihat pada tabel berikut, bahwa :
1. pengeluaran terbesar untuk beban produksi langsung yang terkait dengan kegiatan produksi adalah industri makanan dan minuman disusul oleh industri otomotif. Kedua sektor ini terkait erat dengan pembelian bahan baku dan bahan penolong impor. Disusul kemudian oleh industri telekomunikasi, industri kertas dan pertambangan. Sebaliknya dari rasio komposisi beban produksi terhadap total biaya, justru yang terbesar ada di industri tekstil dan garmen dimana pos ini menyerap 90,8% total biaya disusul oleh jasa pelayaran dan transportasi.
2. pengeluaran terbesar untuk beban usaha dan umum adalah telekomunikasi dan disusul oleh industri makanan dan minuman serta industri otomotif. Sebaliknya diukur dari rasio komposisi beban usaha terhadap total biaya, maka yang terbesar dimiliki oleh industri telekomunikasi (32%) dan media telekomunikasi.
3. sementara itu pengeluaran untuk beban bunga perbankan dan jasa keuangan yang terbesar dikeluarkan oleh industri telekomunikasi disusul oleh industri makanan dan minuman dan industri kertas. Dari aspek rasionya maka yang terbesar justru dari industri keramik dan kaca (12,4%). Kondisi ini terkait dengan kinerja keuangan perusahaan di sektor ini yang punya saldo hutang triliunan pasca restrukturisasi sehingga sangat mempengaruhi aktivitas bisnis secara menyeluruh.

Komposisi Biaya Produksi Perusahaan Besar Indonesia, Juni 2005 (Rp Miliar)-Data Table lengkap hubungi Inbra

Data ini berbasis perusahaan publik yang berpenghasilan diatas Rp 0,5 triliun (per semester), di luar bank dan jasa keuangan.
Sumber : laporan keuangan, diolah Investment and Banking Research Agency (INBRA), Oktober 2005

Kesimpulan
Dari serangkaian data keuangan dunia usaha sektor rill ini maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut:
1. sesama industri terkait di sektor rill menjadi kontributor terbesar bagi meningkatnya biaya pokok produksi yang menyumbang 79,7% dari total beban produksi di dunia usaha. Sementara beban bunga perbankan hanya menyumbang 3,2% dimana beban usaha dan umum menyumbang 17,1%. Kebutuhan bahan baku, kebutuhan listrik dan bahan bakar minyak untuk menjalankan produksi di pabrik menjadi faktor yang dominan dengan dampak berantai (multiplier effect) baik langsung maupun tak langsung.
2. kecilnya beban bunga perbankan dari analisis ini (3,2%) secara implisit dapat menunjukkan bahwa faktor bunga perbankan bagi kinerja industri tidak besar dan tidak dominan. Sehingga tingkat volatilitasnya relatif lebih kecil dibandingkan komponen biaya lainnya. Sebagai perbandingan dari survey statistik industri nasional (BPS, 2004) disimpulkan bahwa bahan baku menyerap 81,7% dari total biaya produksi di tahun 2002. Kemudian bahan bakar, listrik dan gas menyerap 6,6% (naik dari 4,1% tahun 1998) dan biaya jasa non industri (termasuk beban bunga) menyerap 10,2% (justru menurun dari 11,9% tahun 1998).
3. perbandingan besar kecilnya kontribusi biaya produksi, beban usaha dan beban bunga perbankan seharusnya dilihat dalam konteks makro dan terpadu. Sehingga tidak tepat dan tidak ada waktu untuk menempatkan salah satu pihak sebagai kontributor negatif dan yang lain sebaliknya. Yang diperlukan adalah kebijakan terpadu untuk akhirnya bersama – sama menurunkan semua komponen beban produksi agar lebih efisien, murah dan berdaya saing. Kebijakan mengantasipasi kondisi ini jangan sampai membawa departemen keuangan dan bank sentral saling berhadapan justru harus dalam satu langkah menghadapi musuh bersama.
4. perbankan sebagai pihak terkait akan terkena dampak dari kenaikan biaya produksi karena akan menurunkan perusahaan (debitur) sehingga kemampuan perusahaan melunasi kewajiban bunganya berkurang. Kemudian muncul tunggakan cicilan sampai kredit macet dan mempengaruhi kinerja dan rasio umum perbankan sesuai standar bank sentral apalagi bobot dan kriteria kolateral semakin ketat melalui paket Januari 2005.
5. naiknya harga BBM tidak bisa disangkal telah memicu pelaku industri lintas sektor untuk menaikkan harga produk dan jasanya. Efek berantai inilah yang seharusnya diminimalisir oleh pemerintah agar bisa membantu meningkatkan produktivitas dan efisiensi atau setidaknya mempertahankan kondisi yang ada saat ini. Paket stimulus berupa insentif sektoral tidak menjamin berdampak positif karena “premi”nya sudah dimakan oleh kenaikan BBM, yang tidak tertutup peluang akan naik lagi tahun 2006. -*-

0 comment:

  © Blogger templates Newspaper III by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP