Thursday 27 December 2007

“Bali, The Last Paradise Jangan Menjadi The Lost Paradise”

Oleh :Beni Sindhunata, Direktur Eksekutif INBRA
Indonesia memang dalam bahaya jika kita melihat tragedy peledakan bom di Kuta (Bali) dan Manado yang menelan korban 184 orang (12 Oktober 2002), merupakan episode baru nan kelam dalam perjalanan bangsa yang sedang memulihkan perekonomian. Tapi kita tidak boleh begitu saja membiarkan dampak negatifnya meluas sehingga perlu sebuah sikap objektif dan independent dalam menyikapinya. Dalam kerangka menjaga dan memberikan pandangan positif serta objektif untuk menyejukan iklim investasi pada umumnya maka INBRA (Investment and Banking Research Agency) menyampaikan pernyataan sikap dan masukan sebagai berikut.
tragedy pemboman di Bali dan Manado jangan sampai membuat pelaku dunia usaha panik dan melakukan tindakan yang terburu-buru demi antisipasi sesaat dan jangka pendek. Karena semakin tercipta kondisi yang panic maka semakin memperburuk keadaan. Jika mayoritas pelaku usaha dan investor bersikap panic maka akan tercipta kondisi yang merusak diri kita sendiri (self destruction) dengan efek berantai yang akhirnya merusak denyut ekonomi makro dan mikro.
penurunan IHSG 38 point atau minus 10,3% menjadi 337 (Senin, 14 Oktober) di Bursa Efek Jakarta merupakan bukti bahwa investor di pasar saham adalah pihak yang paling rentan dan paling mudah terkena kejadian negative. Di pasar uang kurs rupiah melemah dari Rp. 9.010 menjadi Rp. 9.335 bahkan sempat menyentuh Rp. 9.400 (Senin sore). Dua indicator ini memang sangat krusial dan sensitive sehingga akan menjadi tolak ukur setidaknya sampai minggu depan. Ini merupakan konsekwensi jika sebuah perekonomian mulai memperbesar eksposurnya ke pasar modal dan pasar uang. Karena eksistensi dan loyalitas foreign portofolio investment (FPI) di sebuah negara tidak kekal dan usianya hanya seputaran jarum jam, artinya easy come easy go.
Sementara itu investasi langsung seperti foreign direct investment (FDI) justru loyalitasnya lebih tinggi dan tidak mudah untuk memutuskan keluar atau mundur dari sebuah investasi. Karena mereka sudah membangun pabrik, mesin, rencana kerja atau bahkan perluasan sesuai kinerja masing-masing. Afiliasi MNC (multinational corporation) tidak akan segera menutup pabrik dan melikuidasi perusahaannya hanya karena dampak pemboman tersebut, namun mereka akan mengantisipasi dengan cara yang lebih moderat.
Oleh sebab itu sangat wajar dan bisa dimengerti jika muncul pernyataan dari pelaku usaha asing bahwa mereka akan hengkang dan keluar dari pentas bisnis Indonesia, yang tentu saja berpengaruh besar dan menjadi informasi mencemaskan bagi pelaku usaha domestic lainnya. Demi keamanan pribadi mungkin para ekspatriat akan mudik sambil menunggu situasi, namun bisa fatal jika mereka baru kembali lagi pasca Natal & Tahun baru 2003.
Dampak negative pemboman ini jangan hanya dilihat dari nasib Bali semata dimana pariwisata sebagai penyumbang dua pertiga perekonomian daerah, atau nasib Rp. 5 trilyun lebih kredit dan Rp. 11 trilyun lebih dana masyarakat yang oleh dikelola 197 kantor bank umum (September 2002). Tapi lebih pada dampak makronya sebagai salah satu magnet dan jantungnya pamor Indonesia di pentas investasi dan pariwisata global.

Kesimpulan dan Himbauan
Menghimbau kepada pemerintah untuk mengungkapkan misteri pemboman ini secepatnya dan bersikap sangat tegas karena kunci utamanya ada di tangan pemerintah. Apapun scenario dibalik kasus pemboman ini harus diungkapkan sehingga tidak menghancurkan wibawa pemerintah dan sekaligus memulihkan kepercayaan public.
Perlu diusahakan jangan sampai kasus ini menjadi konsumsi pelbagai pihak yang bisa menggiringnya menjadi konsumsi politis, social budaya dan keamanan. Oleh sebab itu dihimbau dan diharapkan agar para politisi jangan menyampaikan sikap apapun ke public namun sebaiknya tenang serta berpikir dalam kerangka positif dan serahkan semuanya kepada pemerintah dan pihak yang berwewenang.
Meski pemboman ini berdampak besar bagi Bali sebagai “the last paradise” namun kita yakin, berharap dan berusaha agar “Bali tidak menjadi the lost paradise”. Untuk itu perlu sikap tenang dan bijaksana serta moderat dari kalangan dunia usaha dan masyarakat umum sebagai pemegang kunci strategis setelah pemerintah.
Dampak dari kasus ini jangan hanya dilihat dari ukuran kuantitas dan angka-angka semata tapi lebih kepada aspek kualitas Indonesia dimasa depan secara menyeluruh. Sehingga pemulihan ekonomi yang sedang dijalankan bisa berjalan sebagaimana mestinya meskipun penuh lobang dan luka disana-sini.
Bagi investor pasar uang dan pasar modal, kondisi ini justru harus diantisipasi dengan cerdik agar tidak terperosok terlalu jauh dan harus siap dana karena tidak tertutup kemungkinan terbentuknya siklus dengan kurva V. Bagi pelaku usaha sector riil tetaplah focus pada bisnis semula tanpa harus membanting setir karena dalam kondisi kritis akan muncul energi positif yang kreatif dan pendobrak.
Jakarta, Oktober 2002

0 comment:

  © Blogger templates Newspaper III by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP