Saturday 22 December 2007

Pasar Modal -Debitor, Pindah ke Lain Hati?

Oleh Beni Sindhunata
Direktur Eksekutif Investment and Banking Research Agency (INBRA)
Merger Bursa Efek Surabaya dan Bursa Efek Jakarta menjadi Bursa Efek Indonesia, yang ditargetkan menjadi bursa kelas dunia dengan kapitalisasi pasar Rp 2.100 triliun, akan memantapkan BEI menjadi salah satu pilar utama perekonomian nasional. Targetnya, menjaring 150 emiten antara tahun 2008-2009.

Dengan demikian, Bursa Efek Indonesia (BEI) akan menjadi sumber baru pendanaan yang potensial bagi dunia usaha di samping perbankan.
Dari perkembangan selama tujuh tahun terakhir sejak tahun 2000 sampai Juni 2007 menunjukkan, kontribusi bank sebagai penyedia dana (kredit) masih tetap dominan dengan kecenderungan porsinya mengecil dari posisi puncak tahun 2005 sebesar 88,6 persen menjadi 79,5 persen tahun 2006 dan 63,8 persen per April 2007.
Sementara kontribusi bursa sebagai sumber dana bagi dunia usaha meskipun kecil tetapi cenderung meningkat dari posisi terendah 11,4 persen menjadi 20,5 persen tahun 2006 dan 36,2 persen per April 2007.

Dana dari pasar modal ini mencakup emisi saham (IPO) dan corporate action lainnya termasuk obligasi.
Tujuh tahun yang lalu nilai emisi saham mencapai Rp 206,6 triliun dan obligasi Rp 23,1 triliun sehingga total dana yang berhasil dihimpun oleh dunia usaha dari pasar modal mencapai Rp 229,8 triliun.

Pada saat yang sama, perbankan secara akumulatif menyalurkan kredit sebesar Rp 225,3 triliun. Dengan demikian, gabungan kredit dan hasil emisi dari dua pilar keuangan tersebut mencapai Rp 455,1 triliun dengan kontribusi pasar modal sebesar 50,5 persen dan sisanya, 49,5 persen, dari perbankan.
Lebih dominannya pasar modal saat itu tidak lepas dari kondisi perbankan yang masih dilanda krisis dan sedang bergelut menyelesaikan restrukturisasi kreditnya yang sampai saat ini belum tuntas.

Dinamika pasar modal
Selanjutnya porsi bank mulai meningkat dan mencapai titik puncak tahun 2005 mencapai 88,6 persen dan kemudian menurun lagi menjadi 63,8 persen per April 2007.
Dinamika di pasar modal juga mengalami pasang surut dan cenderung menurun mencapai titik terendah 11,4 persen tahun 2005 dan meningkat lagi menjadi 36,2 persen per April 2007.
Pergeseran rasio kontribusi antara bank dan pasar modal ini belum melihat korelasi transaksi keuangan antara emiten di pasar modal yang juga menjadi debitor di perbankan, di mana di antara ketiganya (emiten yang merangkap debitor, pasar modal, dan perbankan) terjalin transaksi keuangan yang sangat erat.
Karena tidak sedikit emiten yang setelah IPO juga menjadi debitor yang menarik kredit dari perbankan untuk kemudian secara bersamaan diinvestasikan ke dunia usaha.
Di samping itu, emiten ini juga menjadi deposan yang cukup signifikan sebagai pemilik dana di perbankan nasional.
Survey INBRA (Potensi dan Peluang Deposito di Indonesia, April 2006) menunjukkan bahwa 188 perusahaan publik punya simpanan Rp 52,3 triliun pada 3.319 rekening di 79 bank (bank negara, swasta domestik, dan asing-patungan) per Juni 2005.
Dari jumlah ini, terbagi dalam deposito sebesar Rp 33,5 triliun dan giro sebesar Rp 18,8 triliun sehingga deposito perusahaan publik mewakili 35 persen total deposito perusahaan swasta nasional (di luar asuransi, jasa keuangan, yayasan, dan dana pensiun).
Tidak terdapat komposisi standar atau baku tentang penggunaan dana hasil emisi baik penjualan saham maupun penerbitan obligasi karena komposisinya sangat fleksibel dan bergantung pada kondisi internal masing-masing emiten.
Namun, sebagian besar dana tersebut disalurkan untuk dua hal utama, yakni modal kerja termasuk ekspansi maupun peningkatan kapasitas produksi (rata-rata 25 persen) dan membayar kewajiban atau utang ke kreditor atau perbankan (rata-rata 75 persen).
Dengan memperhitungkan komposisi rata-rata di atas, dengan catatan tidak semuanya berlaku sama, maka diperkirakan dari total emisi sebesar Rp 95,8 miliar, sekitar 25 persen disalurkan untuk modal kerja guna pengembangan usaha atau peningkatan kapasitas produksi. Sisanya, Rp 287 miliar (75 persen), digunakan membayar utang dan kewajiban ke perbankan sehingga dana itu masuk kembali ke sistem perbankan nasional.
Perkembangan selama tujuh tahun terakhir menunjukkan, perbankan masih menjadi sumber yang dominan sebagai penyandang dana bagi dunia usaha sekitar 63,8 persen dan 36,2 persen dari emisi pasar modal (obligasi dan saham) secara kumulatif dari tahun 2000 sampai 2007. Namun, kontribusi ini pun mengalami perubahan sesuai perkembangan ekonomi makronasional tetapi secara menyeluruh tidak mengalami perubahan drastis.
Dengan catatan porsi terbesar dari perbankan sebesar 88,6 persen tahun 2005 dan porsi terbesar dari pasar modal terjadi tahun 2000 sebesar 36,2 persen.
Komposisi kumulatif ini tidak berbeda jauh dengan komposisi dari pertumbuhan per tahun riil (lihat tabel, perbandingan kredit perbankan dengan emisi dana dari pasar modal 2002-2007).
Perkembangan ini juga menunjukkan, posisi tradisional yang dominan dari perbankan sebagai sumber pendanaan bagi dunia usaha mulai mendapat saingan dan tantangan dari pasar modal yang sangat fluktuatif dan berkembang cepat.
Porsi pertumbuhan per tahun ini relatif sama dengan porsi kumulatif. Kondisi ini di satu sisi menjadi prestasi dan hal positif bagi pihak terkait di pasar modal yang mulai tumbuh pesat pada dekade 1990-an.
Di sisi lain menjadi tantangan sekaligus dorongan bagi perbankan untuk lebih meningkatkan fungsi intermediasinya yang sedikit banyak mulai diambil alih oleh pasar modal dengan kata lain para pengusaha banyak yang membuka akses langsung ke pemilik modal melalui IPO atau corporate action lainnya.

Kredit perbankan
Dalam konteks inilah terjadi peran ganda di mana emiten merangkap menjadi debitor atau sebaliknya sehingga total dana yang diraih oleh perusahaan (dunia usaha) bisa berlipat ganda, yakni dari pasar modal dan juga pinjaman perbankan yang besarnya cukup signifikan.
Justru korelasi dan keterkaitan yang cukup tinggi ini berpotensi untuk sama-sama terkena risiko yang sama jika dunia usaha mengalami kelesuan sehingga krisis di sektor riil akan menjadi amunisi yang ampuh untuk menimbulkan sentimen negatif bagi dinamika pasar modal yang dengan cepat akan menjalar ke sektor lainnya, demikian juga sebaliknya.
Berdasarkan hasil survei INBRA bulan Maret 2007 tentang kredit perbankan ke perusahaan publik, tercatat sebesar Rp 115 triliun atau setara 30 persen dari total kredit perbankan yang disalurkan ke dunia usaha swasta juga diserap oleh 261 perusahaan publik tidak termasuk jasa keuangan.
Dari total utang tersebut, sebesar Rp 55,4 triliun merupakan utang jangka panjang, sebesar Rp 46,3 triliun adalah utang jangka pendek, dan sebesar Rp 13,8 triliun adalah utang yang masuk jatuh tempo (September 2007).
Dengan rincian sebesar 36,9 persen atau Rp 5,1 triliun merupakan utang valas. Dibandingkan dengan posisi 2005, maka saldo kewajiban dan utangnya menurun (lihat tabel).
Sisi positif dari emisi pasar modal ini adalah membantu debitor melunasi kewajibannya kepada perbankan sehingga kolektibilitas kreditnya relatif membaik yang akhirnya memperbaiki kredit bermasalah (NPL) perbankan secara keseluruhan.
Dari pertumbuhan kredit perbankan dan emisi di pasar modal dan kapasitas emiten yang menjadi debitor sekaligus deposan di perbankan mempertegas adanya korelasi yang erat antara dunia usaha, pasar modal, dan perbankan yang secara bersamaan memiliki peranan yang signifikan dalam pembangunan ekonomi nasional.
Korelasi dan transaksi keuangan di antara tiga pihak ini menjadi pilar-pilar penting dalam pembentukan arsitektur keuangan nasional.
Adanya undisbursed loan sekitar Rp 150 triliun dan rencana IPO dari BUMN 2008-2009, serta target BEI dan optimistisme pertumbuhan kredit perbankan sebesar 21-22 persen diperkirakan tidak akan menciptakan perubahan yang drastis, di mana perbankan masih akan dominan sehingga debitor belum pindah ke lain hati.
Dimuat Kompas, 17 September 2007

0 comment:

  © Blogger templates Newspaper III by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP